Padi

Oryza sativa L atau yang biasa dikenal dengan tanaman padi merupakan tanaman budidaya yang sangat penting bagi umat manusia. Tanaman padi menjadi sumber bahan pangan utama hampir dari setengah penduduk dunia. Tak terkecuali Indonesia, hampir seluruh penduduk Indonesia memenuhi kebutuhan bahan pangannya dari tanaman padi. Dengan demikian, tanaman padi merupakan tanaman yang mempunyai nilai spiritual, budaya, ekonomi, dan politik yang penting bagi bangsa indonesia karena memengaruhi hajat hidup orang banyak.

Indonesia tercatat sebagai negara dengan konsumsi tanaman padi tertitinggi di dunia. Untuk level Asia, Indonesia mengalahkan empat negara yang mengonsumsi tanaman padi tertingi, seperti Korea, Jepang, Malaysia dan Thailand [2]. Keberadaan komoditi tersebut sebagai makanan pokok bagi hampir seluruh bangsa Indonesia harus tetap terjaga sepanjang tahun.

Badan Pusat Statistik (BPS) memprediksikan angka produksi padi pada tahun 2015 sebanyak 74,99 juta ton gabah kering giling (GKG) atau mengalami kenaikan sebanyak 4,15 juta ton (5,85 persen) dibandingkan tahun 2014. Jika prediksi BPS benar, maka produksi padi Tahun 2015 merupakan yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir. Menurut publikasi BPS tentang produksi tanaman pangan 2014 didapatkan informasi bahwa produksi padi Indonesia pada tahun 2014 sebesar 70,85 juta ton gabah kering giling (GKG), mengalami penurunan sebesar 433,24 ribu ton (0,61 persen) dibandingkan tahun 2013. Penurunan produksi padi tersebut disebabkan penurunan produksi di Pulau Jawa sebesar 829,97 ribu ton.

Sementara itu produksi padi di luar Pulau Jawa mengalami peningkatan sebesar 396,73 ribu ton. Penurunan produksi terjadi karena adanya penurunan luas panen dan produktivitas masing-masing 37,95 ribu hektar (0,27 persen) sebesar 0,17 kuintal/hektar (0,33 persen). Penurunan produksi padi tahun 2014 yang relatif besar terdapat di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, Aceh, Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara Barat. Indonesia pernah menjadi salah satu penghasil produksi padi terbesar diantara negara-negara lain, namun pada lima tahun terakhir, seperti yang banyak diberitakan oleh banyak media massa kondisinya menjadi berlawanan. Pada waktu itu pasokan komoditi tersebut menjadi semakin terbatas.

Diduga, faktor-faktor yang menjadi penyebab adalah semakin bertambahnya penduduk, adanya sikap berjaga-jaga dikalangan tertentu dan adanya dualisme pendapat ditubuh pemerintah, antara pihak yang menyatakan masih mencukupi dan pihak-pihak yang perlu menjaga stok pangan agar tercukupi pada periode tertentu.

Sumber: JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 6, No. 1, (2017)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

5 + 2 =